Monday, January 28, 2008

SOEHARTO in MEMORIAM

Ahad siang, 27/01/08 pukul 13:10 WiB, Mantan penguasa 32 tahun Republik ini, Jenderal Besar Purn. HM Soeharto menghembuskan nafas terakhir di kamar 536 RSPP Jakarta setelah dirawat selama 24 hari oleh team dokter yang beranggotakan 40 orang dokter spesialis. Lahir pada 8 Juni 1921 di sebuah dusun kecil bernama Kemusuk, wilayah Argomulyo, Bantul, Jogja. Soeharto adalah anak petani dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah. Meninggal dalam usia 87 tahun, sosok pemimpin besar yang kontroversial ini menurut catatan penulis mendapat 72 penghargaan, yakni 27 dari dalam negeri, 38 penghargaan internasional dan 7 penghargaan United Nations. Mengapa peristiwa ini menyita perhatian publik, masyarakat Indonesia maupun internasional? Penulis mencoba menyorot dan merangkum sisi lain kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun. Mantan Atase Militer RI di Beograd, Paris dan Bonn pada tahun 1961 ini membangun Indonesia dari suatu team ekonomi lulusan University of California di Berkeley, hingga dijuluki Berkeley Mafia. Mereka adalah lulusan terbaik penerima beasiswa pemerintah Amerika, yakni Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, JB Sumarlin, Adrianus Mooy sampai kepada Sri Mulyani, Menkeu Kabinet Indonesia Bersatu. Info lengkap tentang Berkeley Mafia ini, silahkan klik http://hatinurani21.wordpress.com/2007/03/19/2-pakai-tangan-mafia-berkeley/, hasil olahan Kwik Kian Gie yang dikutip Jawa Pos, 16/08/2005.
Ekonomi dibangun dengan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam kepada pihak asing, peraturan tenaga kerja yang menguntungkan pihak pengusaha serta pinjaman luar negeri yang terakhir bergerak dan bermuara pada kroni-kroni penguasa RI-1 masa tersebut.

Semua pihak, masyarakat terpelajar yang cermat terhadap pola pembangunan ini mengetahui bahwa pembangunan yang tercipta, kebesaran pertumbuhan ekonomi, dicapai dengan sisi lain yang mengakibatkan kesenjangan bagi rakyat kecil. Dua pilar utama kekuatan Soeharto di era itu adalah militer dan Partai Golongan Karya. Kebebasan demokrasi dibungkam, kebebasan berpendapat, berpolitik praktis nyaris mencapai titik terendah. Akibat lebih jauh, pembunuhan karakter demokrasi mengakibatkan penindasan Hak Azasi Manusia. Penulis mencatat pembantaian orang-orang yang dicurigai terlibat PKI, surat catatan "bersih lingkungan", peristiwa Malari 15 Januari 1974, aneksasi Irian Jaya 1969, invasi Timor Timur 1975/Balibo-5, penembakan misterius 1983 - 1984, insiden Santa Cruz Dili 12 November 1991, penetapan Daerah Operasi Militer di Aceh dan Papua. Terakhir, kebijakan makro yang semakin carut-marut, memuncak pada demo besar-besaran untuk menurunkan Sang Sesepuh Penguasa pada medio Mei 1998. Sekali lagi, revolusi dan reformasi terpaksa mengambil korban anak bangsa, darah berceceran di bumi pertiwi (baca: Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi dan Kerusuhan Medan).

Pembaca, terlepas dari berbagai fakta di atas, bagaimanapun, Soeharto kita hargai sebagai sosok besar yang berjasa terhadap eksistensi bangsa Indonesia, bagaimana kiprah dan sepak terjangnya di dunia internasional dan nama besarnya akan selalu dikenang di dunia. Lihatlah bagaimana rakyat Malaysia merasa kehilangan, Singapura dan negara-negara Asia lainnya. Sampai dengan hari ketiga wafatnya Sang Jenderal Besar, Kedubes RI di Republik Ceko, di bawah Dubes Salim Said (diplomat 'amatiran' yang dikenal luas sebagai mantan pengamat politik dan militer), tak henti hentinya melayani ucapan belasungkawa para Duta Besar seluruh dunia yang ada di Praha. (Antara, yang dikutip Media Indonesia, 30/01/08). Ini masih di Eropa Timur, belum lagi negara-negara lain di Asia, Amerika dan Australia.
Sebagai akhir tulisan, penulis mengutip suatu berita dari Liputan6.com, yang patut Anda simak sebagai penutup, berisikan sudut pandang dari masyarakat internasional terhadap sosok Sang Sesepuh, salah satu pemimpin besar dunia. Selamat Jalan... Semoga amal baik engkau selama memimpin bangsa ini diterimaNYA dan mendapat tempat terbaik di sisiNYA.

28/01/2008 20:39 Media Massa Australia Laporkan Meninggalnya Soeharto
Liputan6.com, Brisbane: Media cetak dan elektronika utama Australia menempatkan berita seputar meninggalnya mantan Presiden Soeharto. Mereka juga menurunkan berita tentang prosesi pemakaman Soeharto di Astana Giribangun, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (28/1).
Surat kabar terkemuka The Australian edisi hari ini mengenang rekam jejak perjalanan panjang Pak Harto selaku pemimpin bangsa Indonesia. Serta prospek hubungan kedua negara secara proporsional dalam tajuknya berjudul "A President of His Region and Times".
Harian milik konglomerat media massa kelas dunia, Rupert Murdoch, itu menilai bahwa Australia memiliki alasan untuk berterima kasih kepada Pak Harto atas prestasinya menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, serta stabilitas kawasan.
Keberhasilan Soeharto dalam membangun perekonomian Indonesia yang dianggap banyak pihak sebagai sebuah keajaiban menjadi bagian dari catatan The Australian dalam tajuknya itu kendati kepemimpinannya yang tegas dan keras juga menyebabkan penderitaan. The Australian memandang kebangkitan Cina dan India saat ini akan turut mengangkat Indonesia.
Editor Internasional The Australian, Greg Sheridan, dalam tulisannya berjudul "Farewell to Jakarta`s Man of Stell" juga memberikan gambaran yang proporsional tentang Pak Harto. Sheridan menyebut penguasa Orde Baru itu sebagai "raksasa otentiknya Asia", "pembangun bangsa", "diktator", dan "pengubah sejarah".
Dalam prosesi pemakaman jenazah Soeharto di kompleks pemakaman keluarga Astana Giribangun, Karanganyar, Jaksa Agung Australia, Robert McClelland, mantan Perdana Menteri (PM) Paul Keating, dan Dubes Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, turut hadir.(IAN/
Antara)

No comments: