Kue Bakul adalah suatu sajian yang khas menjelang Hari Raya Imlek (oleh negeri jiran Malaysia, lebih populer disebut Tahun Baru China). Khas karena hanya ada setahun sekali, tepat menjelang perayaan pergantian kalender lunar China. Kue yang disebut kue keranjang ini, biasa menjadi persembahan di altar sembahyang. Dikalangan orang Tionghoa dikenal dengan sebutan "Tie Kue" yang berarti "Kue Manis". Nama sebenarnya kue bakul atao dodol China "Nien Kao" yang artinya kue tahunan. Kenapa disebut kue bakul, tak lain dan tak bukan karena dulunya dibuat dengan bakul atau keranjang. Berdasarkan tradisi Tionghoa, kue bakul dianggap penting dan dalam sejarah Tiongkok, kue ini sangat populer di Tahun Baru Imlek.
Malah konon kabarnya orang Tionghoa di RRC sebelum makan nasi, mereka terlebih dulu memakan kue bakul, terutama pada malam Tahun Baru. Makna dari ini adalah agar tahun baru menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Kue ini biasanya diolah kembali sebelum dimakan. Biasanya digoreng layaknya pisang goreng. Pertama kue dibuka, lalu dipotong persegi tipis. Dengan campuran tepung dan telur, lada, garam dan kapur sirih, maka kue bakul siap digoreng dan dinikmati. Ada juga yang dilapis dengan talas. Ada juga yang dinikmati langsung tanpa pengolahan. Ya, sesuai seleralah...
Sakral
Dari pengalaman penulis, dihimpun dari kalangan orangtua paruh bayah yang masih kental dalam tradisi dan budaya Tiongkok kuno, kue ini dianggap sakral karena proses pembuatannya yang harus berhadapan dengan sejumlah pantangan yang logikanya tidak berhubungan dengan kue itu sendiri. Tujuannya agar kue bakul yang dihasilkan selalu dalam keadaan baik. Walau kemasan kue bakul tampak sederhana, namun membuatnya tidak semudah yang kita bayangkan. Butuh 15 jam lebih prosesnya. Selama proses memasak, ada sejumlah pantangan yang berlaku, sebut saja pantangan bagi wanita yang sedang haid, tidak boleh mengucap kata-kata kotor, cacian maupun makian. Pemikiran juga harus jernih dengan konsentrasi agar kue yang dihasilkan dalam konsidi baik dan bagus. Pada saat pembuatan, apabila ada hal dukacita yang terjadi, maka kue bakul yang dihasilkan akan buruk meskipun api pengukusan maupun bahan tidak ada yang salah. Bagaimana trik dan kias agar kue bakul yang dihasilkan benar-benar layak, bagus dan bercita rasa tinggi? Maka digunakanlah benang merah untuk mengikat daun "buak chao", sejenis dedaunan khas yang secara turun-temurun dipercaya orang Chinese untuk menangkal pengaruh buruk, aura negatif dan energi alam yang merugikan.
Sekalipun larangan dapat diatasi, bukan berati semuanya akan running well, masalahnya ada beberapa kesulitan yang ditemui seperti untuk mendapatkan kue bakul yang wangi, biasanya digunakan wadah yang dibungkus dengan daun pisang dan perlu diperhatikan agar bungkusan tidak bocor. Kesulitan berikut adalah pada saat pengadukan. Teknik terbaik adalah dengan menggunakan tangan, hal ini untuk menghindari butiran-butiran akibat penggabungan bahan sehingga permukaan kue bakul tidak lagi halus. Kemudian baru diikuti dengan proses penjagaan api pengukusan.
Nah, lengkaplah sudah tradisi pembuatan kue bakul ini. Tradisi ini dipertahankan sampai malam Cap Go Meh, disebut juga malam ke lima belas. Selama 15 hari tersebutlah, ucapan "Gong Xi Fa Chai", maupun "Khiong Hee" masih akrab terdengar di kalangan etnis Tionghoa. Kemudian malam "Cap Go" tersebut ditutup dengan makan bersama keluarga dan sembahyang.
Source: Olahan dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment